PUISI SEBAGAI POTRET POLITIK PEMBEBASAN MANUSIA


Sebuah puisi yang ditulis seorang sahabat, perlu dinikmati dan dicermati…

PUISI SEBAGAI POTRET POLITIK PEMBEBASAN MANUSIA

Aku bukan (si)apa-(si) apa
bila dibanding kamu, Bung Presiden
Aku cuma anak muda: mudah gundah
mudah gelisah, dan mudah naik darah.

Sedangkan kamu seorang presiden
Bila bicara terlihat lihai, bijaksana,
Penuh wibawa, penuh ketenangan
Bila menyanyi terdengar merdu

Presiden adalah seorang ksatria politik,
penunggang kuda kekuasaan

Menembus hutan sarang penyamun
Melesat diiringi matahari di kaki bukit
Memacu laju di tepi jurang yang curam
Mengitari punggung-punggung gunung

Kudanya bernama kekuasaan
Yang terkenal binal dan penuh nafsu
Kudanya kuda paling liar di dunia ini
Ksatria harus kuat pegang tali kendali

Kuda itu rebutan semua orang
Bila ksatria kita tidak siap, ia bisa jatuh
Terlempar dari kekuasaan, dinjak-injak
Lalu dibiarkan terkapar terkubur debu

Maka Presiden harus piawai berkuda
Tahu kapan maju dan kapan berhenti
Ia tak akan mengandalkan mata kuda
Tapi mata di kepala dan mata di hati

Dipinggangnya ada pedang harapan
Ia selalu gagah di mata orang banyak
Di atas pelana kepercayaan rakyat,
Dengan baju zirah kepercayaan diri.

Tapi menjadi presiden
Bukanlah buat gagah-gagahan

Bukan buat menebar pesona semata
Sebab rakyat dalam keadaan bahaya

Hutan dikuasai sarang penyamun
Mereka merampok dan menjarah
Seorang presiden harus turun tangan
Sebab rakyat butuh pertolongan

Presiden bukan seorang ksatria bergitar,
Ia tidak lahir untuk menjadi raja dangdut
Biarlah para penyanyi yang menyanyi
Biarlah mereka yang menghibur rakyat

Seorang ksatria tak perlu jadi penyanyi,
Nyanyian larikan diri dari masalah.
Seorang ksatria lahir untuk berperang
Menegakkan kebenaran yang agung

Ksatria politik memerangi kebodohan,
Memerangi kemiskinan dan penindasan.
Itulah musuh-musuh jalan politik
Sebab politik adalah jalan kebaikan.

Seorang presiden harus paham-
ia raja modern, pelayan bagi rakyatnya.

Di bawah sumpah, ia terikat hukum
Hukum Tuhan dan hukum manusia.

Presiden jangan ikut mengotori politik
Sebab politik itu adalah ilmu kebaikan
Ilmu untuk memerdekakan manusia
Ilmu untuk mensejahterakan manusia.

Politik itu bukan ilmu tentang binatang,
bukan ilmu dagang sapi
bukan ilmu mencari kambing hitam
bukan ilmu mendengar kabar burung

Bagi seorang presiden,
Politik adalah tentang memerintah

Memerintah dengan mulut dan tangan
Melalui ucapan dan perbuatan.

Presiden harus paham soal pemerintahan
Pelajarilah orang bijak seperti Aristoteles,
katanya dalam kitabnya Politik:
pemerintahan adalah tentang pendidikan.

Bicara soal pemerintahan,
berarti bicara soal pendidikan.

Bicara soal pendidikan, ‘educare’,
Berarti bicara soal ‘melahirkan’.

Pertanyaannya, manusia seperti apa
Yang hendak dilahirkan pemerintahan?
Manusia yang pegawai negeri, atau
pengusaha, petani, tentara, dokter,

insinyur, pelukis, penyair, penyanyi,
buruh, guru, politikus, ilmuwan, filosof,
kyai, pendeta, pastor, biksu, olahragawan,
atau koruptor, maling, perampok, dll?

Manusia seperti apa, Bung Presiden?
Ini harus dijawab, sebab seakan-akan
anak-anak dididik untuk menganggur,
alias tak punya pekerjaan.

Sebelum Bung Presiden menjawabnya,
Ingatlah, presiden adalah kepala negara
negara ini masih muda, muda sekali

Lebih tua dari negara adalah keluarga.
Yang disatukan oleh Tuhan,
kemudian melahirkan anak-anak,

diberi makan
dan dibesarkan di rumah
lalu dikirim ke sekolah oleh orang tuanya

Melalui sekolah,
keluarga masuk ke negara

Setiap orang tua
Ingin anaknya dididik dengan baik
Setiap kepala negara
Ingin rakyatnya jadi warga negara terdidik

Mengapa negara didirikan
adalah karena manusia-manusia terdidik-

yang menolak penjajahan dan penindasan.
Negara adalah alat perjuangan

Perjuangan untuk melindungi rakyat,
Mencerdaskan rakyat, membebaskannya
Dari kebodohan dan kemiskinan, serta
menghentikan perang atau pertikaian.

Keluarga juga ingin dilindungi, dicerdaskan,
Dibebaskan dari kebodohan dan kemiskinan
Dan bisa hidup dalam damai, tenteram
Sejahtera, aman, tanpa pertikaian

Negara yang adil dan makmur
Berarti keluarga yang adil dan makmur
Berarti manusia yang adil dan makmur
Pendidikan adalah perjuangan melahirkannya

Bukan manusia yang kerdil dan menganggur
Kerdil pikirannya, menganggap diri raksasa
Menganggur karena tak mampu berkarya
Bukan manusia seperti itu.

Mengukur keberhasilan pendidikan,
Bukan dengan menghitung jumlah sekolah
Karena banyak bangunan yang rubuh
Akibat dibangun dengan asal-asalan

Mengukur keberhasilan pendidikan,
Bukan dengan menghitung lulusan sekolah
Karena banyak sarjana yang menganggur
Akibat dididik dengan asal-asalan

Seharusnya pemerintah cemas,
bila banyak sarjana kerdil dan menganggur.

Artinya, ada yang salah disini,
Dan (si)apa yang salah akan digugat.

Bukan cuma itu! Ada yang lebih penting,
bagaimana cara mendidik manusia.
Apakah dengan sistem kekerasan,
disiplin kepatuhan yang membabi buta

atau dengan kearifan, yang menempatkan
manusia sebagai manusia, ciptaan Tuhan.

Bukan robot. Bukan sebagai bawahan.
Bukan patung. Tapi sebagai manusia.

Manusia adalah anak-anak pagi hari
Yang bermimpi pada malam harinya
Ketika bangun, ia bersihkan dirinya
dengan dinginnya air kehidupan,

Kemudian ia kenakan seragam sekolah
Sejak itu pikirannya ikut diseragamkan

Ia pun jadi lupa pada mimpi tadi malam
Seragam adalah lembaga pelupaan diri

Dengan seragam ia pergi ke sekolah
Dilihatnya anak-anak lain, seragam.
Ketika masuk ke kelas, ia lihat meja
Dan bangku kayu yang tersusun rapi

Di depan ada meja dan bangku guru
Ada papan tulis juga didekatnya,
Di dinding, potret presiden dan wakilnya
Juga lambang negara, burung garuda

Seperti itulah ia mengalami,
Belasan tahun di bangku sekolah
Ia akrab dengan serba keteraturan
Meja, bangku, tembok, dan seragam

Selama belasan tahun,
Ia belajar untuk diam mendengarkan

Kalau ia bingung, ia memendam
Pelajarannya adalah buku kepatuhan

Sementara di luar, awan berarak
meratapi kesunyian bumi
Rindu mengguyur anak-anak
Yang suka bermain bola dengan hujan

Anak-anak dikurung di dalam kelas
Dijauhkan dari ombak pantai, liat tanah,
deru debu, dan kerikil tajam kehidupan
Jauh pula dari nyanyi sunyi kesendirian.

Di kelas mereka ramai-ramai diajari,
bagaimana membaca harapan, atau
menulis kepastian, lalu menghitung
yang dihitung adalah masa depan.

Tapi hidup lebih menyerupai lukisan
Atau musik. Ia adalah keindahan
Yang mampu menyentuh haru, gembira,
kecewa, semangat, bangkit, bahagia, dll.

Akibatnya anak-anak takut pada hidup,
asing akan gejolak pergulatan hidup.

Manusia jadi makhluk yang khawatir
ia merasa dirinya terjun ke hutan rimba.

Dalam ketakutannya,
Ia membangun rumah dalam mimpi
Rumah itu adalah rumah gedungan
Yang dilindungi dengan pagar tinggi

Di dalam rumah itu,
Ia siapkan mobil impor dari Jerman
Yang siap membawanya kabur
Dari satu tempat hiburan ke yang lain

Dalam ketakutannya,
Ia membangun negara dalam mimpi
Negara itu adalah negara hutan besi
Yang mengusir habis hutan rimba.

Itulah mimpi manusia modern
Yang diajari oleh sekolah modern

Yang terasing dari lingkungan
seakan bisa mengusir tradisi kehidupan

Kini banyak orang bermimpi
Tapi mimpi mereka mimpi Amerika
Atau mimpi Tiongkok, mimpi Eropa,
Mimpi India, mimpi Singapura

Mimpi Indonesia ditinggalkan
Mimpi kita, mimpi bangsa ini
Yang ditulis oleh pendiri negara
Dalam Pembukaan UUD ‘45

Sekarang negara bagai terjajah
Pendidikan kita korbankan
Demi menghemat anggaran
Padahal itu teori ekonom asing

Yang kita butuhkan sekarang
Adalah tanggung jawab negara
Untuk membiayai pendidikan
Karena rakyat sangat terbebani

Pendidikan yang salah arah
adalah tanda pemerintahan salah arah.

Bila sekolah mendidik untuk uang
Itu akibat pemerintah tak mau membiayai

Mari kita sama-sama berubah, Pak Presiden
Saya akan berubah tak mudah marah,
Tak mudah gundah, tak mudah gelisah,
Sekalipun susah, tak mudah naik darah.

Dan Presiden mengubah arah pemerintahan
Artinya, mengubah arah pendidikan

Menuju manusia yang merdeka,
Dengan pendidikan yang memerdekakan

Merdeka dari pungutan biaya, merdeka dari
kekerasan, merdeka dari aturan yang kaku,
merdeka dari belenggu tugas-tugas.
Merdeka yang sebenarnya-benarnya .

Bagaimana mungkin lahir manusia merdeka
bila pendidikan menjadi semacam penindasan,
penindasan pikiran, penindasan jasmani,
dan bahkan penindasan rohani?

Seorang Presiden adalah pemimpi(n)
Memimpin bangsa yang bermimpi
Mimpi kita, mimpi bangsa ini
Yang tertulis di Pembukaan UUD ‘45

Undang-undang dasar
Yang ditulis oleh orang-orang besar

Besar karena jiwanya merdeka
Merdeka sejak dalam pikiran,
Merdeka dalam ucapan,
Dan merdeka dalam perbuatan

Kini kita hidup di suatu masa,
yang kita butuh orang-orang besar
Besar jiwanya, bukan besar kepala
Orang besar suka mendengarkan

Bila kini tidak ada yang bicara
Bukan berarti tidak ada masalah
Bila ada yang teriak
Bukan berarti ia bikin masalah

Supaya kuping tidak cepat merah,
Presiden sebaiknya membaca puisi
Luangkan waktu sejenak
Bila berlibur bawalah buku puisi

Dalam puisi, perubahan disuarakan
Disuarakan dengan kekuatan keindahan
Puisi kini bukanlah puisi dulu
yang cuma membentur meja kekuasaan

Pen(y)a(ir) kini bisa membalikkan meja
Menjatuhkan penguasa dari kursinya.

Aku bukan (si)apa-(si) apa
bila dibanding seorang presiden.

Tapi di hadapan kekuasaan Tuhan
Kita memang bukan (si)apa-(si) apa.

-Tomy DG-

sastra-pembebasan@ yahoogroups. com
milisgrup opini alternatif
http://geocities.com/lembaga_sastrapembebasan/
penerbit buku sejarah alternatif
http://progind. net/
kolektif info coup d’etat 65: kebenaran untuk keadilan

Penulis: Rieko Kristian

Voetbal is mijn godsdienst, de film is mijn manier.

Tinggalkan komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.